Tulisan ringan ini tidak hendak membahas panjang lebar apa definisi atau pun sejarah Kapitalisme itu sendiri. Dan saya rasa tulisan yang membahas hal tersebut telah banyak tersebar di berbagai tempat. Yang ingin saya bahas adalah bahwa kapitalisme itu sendiri sudah merasuk dalam kesadaran kita.
Banyak orang berpikir bahwa rakyat Indonesia sekarang telah terpengaruh oleh sistem liberalis-kapitalis. Argumen yang dilontarkan pun beraneka ragam. Mulai dari banyaknya dampak negatif dari perilaku masyarakat hingga sistem politik yang bisa dikatakan gagal. Dari rusaknya moral masyarakat hingga ketidakberpihakan pemerintah pada rakyat miskin.
But, it is still strange….
Kritik yang dilontarkan seolah-olah si pengkritik itu sendiri berdiri di luar lingkaran liberal-kapitalis. Seolah-olah orang tersebut sedang menyaksikan pertarungan saga antara si kaya melawan si miskin, yang bermoral melawan yang tidak bermoral. Antara yang si Kapitalis dan yang tidak. Apakah benar bahwa kita sendiri tidak sedang dilanda wabah ‘semangat kapitalis’? Bukankah secara tidak langsung kita sedang mempraktekkan inti dari paham liberal-kapitalisme itu sendiri?
Gak percaya…!?!?

Coba lihat pembangunan toko dan pusat perbelanjaan semakin menjamur di kota-kota bahkan hingga ke pinggiran kota. Alfa Mart, Alfa Midi, Indomaret, Carrefour, dan tempat-tempat lain yang sejenis dengan itu. Bukan hanya soal menjamurnya tempat-tempat tersebut. Melainkan kesadaran kita pun dibentuk oleh keadaan tersebut. Mau jalan-jalan, eh lihat kiri ada Indomaret, lihat kanan ada Alfa Mart, lihat depan ada Carrefour. Belum lagi, jarak antara satu dengan lainnya ‘hanya’ terpisah beberapa ratus meter.

Kesadaran kita sungguh-sungguh digempur habis-habisan. Seakan tidak ada tempat dalam pikiran kita selain hal-hal itu. Dampaknya? Jelas sekali bahwa kesadaran kita yang dibentuk dengan cara demikian akan memberi pola bagaimana kita berpikir tentang sesuatu. Tidak usah terlalu jauh mengambil contoh konkret. Ketika kita, entah Anda & teman-teman Anda sedang bepergian jauh atau mau tamasya ke suatu tempat dan lupa atau hendak membeli sebotol air mineral, pikiran spontan yang muncul ketika hendak membeli air mineral adalah di…….. (isi sendiri)
Dengan kata lain, kita pun sedang menyuburkan semangat kapital itu sendiri dengan membiarkan diri diracuni budaya konsumtif. Ya, ini menjadi budaya lantaran kesadaran kita dipaksa untuk membeli sesuatu yang bukan kita butuhkan, tapi kita inginkan. Setiap orang pasti menginginkan sesuatu atau banyak hal, tapi apakah ia membutuhkannya untuk hidup. Keinginan adalah perkara hasrat atau dorongan yang bersifat sementara. Hebatnya, perkembangan Kapitalisme telah menerjemahkan hasrat tersebut dalam bentuk fisik nan berbalut estetika.

Coba saja masuk pusat perbelanjaan besar, Mall atau Super Mall. Mata kita akan dimanja oleh berbagai pajangan yang eksotik. Saking eksotik dan indah, Anda akan lupa waktu. Masuk Mall pagi, tanpa sadar keluar Mall saat matahari sudah terbenam. Siapa yang tidak menginginkan sesuatu yang mewah, bagus, indah lagi. Masalahnya, harganya mahal. Terus?? Tanpa sadar, kita akan berupaya untuk memperolehnya. Caranya, kerja dengan giat biar dapat uang. Setelah dapat uang, ya dibeli. Persoalannya, manusia tidak pernah puas!. Lingkaran hasrat pun tercipta. Dan hidup manusia hanya berpusar di pemenuhan keinginan yang tidak pernah ada habisnya…..