Menu Close

Metode PENELITIAN TINDAKAN (Action Research)

Metode Penelitian Tindakan atau Action Research (AR) diyakini memiliki banyak kelebihan sebagai salah satu Metode Penelitian disiplin ilmu applied Science seperti SISTEM INFORMASI. Melalui Metode ACTION RESEARCH, sebuah konsep/model/prototype benar-benar diuji-cobakan di dalam Subyek Penelitian dalam Konteks sesungguhnya (bukan dibawa ke Laboratorium spt dalam Penelitian Eksperimen). Metode Action Research menggunakan Dunia Praktis sebenarnya sebagai “Laboratorium” untuk menguji Teori. Meneliti Implementasi Teknologi seperti dalam disiplin ilmu Sistem Informasi diyakini Tidak Boleh dilakukan dengan mereduksi Subyek Penelitian menjadi hanya analisis Teknologinya saja, Manusianya saja, atau hanya Prosesnya saja. Metode Action Research menawarkan penelitian Implementasi Teknologi dalam sebuah Sistem Sosial secara real dalam konteks sistem dunia nyata sesungguhnya. Apa & Bagaimana melakukan Metode Penelitian Tindakan (Action Research), saya jelaskan sebagai berikut:

Penelitian Tindakan atau Action Research atau disingkat AR adalah salah satu jenis metode penelitian di mana umumnya peneliti menguji efektivitas suatu metode atau prosedur dengan Peneliti terlibat langsung melakukan rangkaian tindakan tertentu. Di dalam metode AR, Peneliti masuk ke dalam lingkungan Subyek Penelitian (Peneliti juga menjadi aktor dalam subyek penelitian) dan melakukan Intervensi di dalam Subyek Penelitian dan mengamati dan mendokumentasi apa yang terjadi.

Sebagai contoh:
Jika saya memiliki Research QuestionBagaimana Pedagogi Pembelajaran Online paling efektif?” maka berdasarkan studi pustaka berbagai teori dan penelitian sebelumnya saya menemukan beberapa rekomendasi Aktivitas yang harus saya lakukan, misal: presentasi hanya 20 menit, memanggil nama dan bertanya ke mahasiswa, menampilkan video, selalu ada quiz. Nah jika saya memilih Metode Penelitian Tindakan (Action Research) maka saya harus menguji-coba keempat rekomendasi aktivitas tadi ke dalam kelas saya sebenarnya. Saya harus benar-benar sebagai Dosen dan benar-benar menguji-cobanya ke kelas saya dan mahasiswa saya. Jadi saya uji-coba skenario 1 (misal seperti urutan di atas: presentasi 20 menit- tanya jawab-video-quiz) lalu saya lihat efektifitasnya (misal dengan berdasar nilai quiz-nya atau dengan wawancara atau Focus Group Discussion ke mahasiswa saya). Selanjutnya dengan memahami titik lemah dari skenario 1 tadi saya menyempurnakan skenario 1 menjadi skenario 2 dan saya uji-cobakan lagi ke kelas saya yang sama dan mengukur kembali efektifitas hasil belajar. Demikian iterasi perbaikan skenario saya lakukan berulang-ulang dengan skenario yang terus saya sempurnakan hingga saya dapat peroleh skenario Pedagogi terbaik. Hasil akhir skenario Pedagogi terbaik inilah yang diharapkan Menyelesaikan Masalah sebenarnya di Subyek Penelitian (dalam contoh ini adalah kelas saya) sekaligus kontribusi Pengetahuan Baru yang disumbangkan penelitian ini yang diasumsikan dapat ditransferkan ke Subyek-Subyek lain yang mirip dengan Kelas saya.

Secara umum Penelitian Tindakan (Action Research) ini masuk dalam kelompok Metodologi Penelitian Kualitatif karena data yang diamati dan dikumpulkan umumnya Bukan hanya data dalam bentuk angka, misalnya: nilai quiz sekaligus ekspresi mahasiswa, kepuasan mahasiswa, kenyamanan belajar, dll.


FILOSOFI Penelitian Tindakan (Action Research)

Metode Penelitian Tindakan dilandasi oleh keyakinan & asumsi bahwa sebuah sistem sosial yang kompleks (seperti perusahaan, kota, dll) Tidak Dapat dipelajari dengan mereduksi menjadi komponen-komponen penyusunnya (misalnya hanya dengan mempelajari orang-orangnya atau teknologinya saja (Baskerville, 1999). Memahami proses-proses interaksi teknologi dengan sebuah sistem sosial yang kompleks dapat dipelajari terbaik dengan cara melakukan intervensi perubahan pada proses-proses tersebut dan mengamati serta menganalisis efek dari perubahan tersebut.

Keyakinan dan asumsi ini masuk dalam kategori Ontologi Relativism atau Constructivism atau Idiographic dan Epistemologi Interpretivism. Berdasarkan filosofi penelitian ini, Penelitian Tindakan mengharuskan Peneliti masuk ke dalam sistem Subyek Penelitian dan menjadi bagian di dalamnya. Peneliti mengamati sekaligus berpartisipasi di dalam fenomena yang sedang diteliti. Dalam situasi seperti ini tentu di tahapan analisis musti difahami bahwa pengalaman dan value yang dimiliki Peneliti dan manusia-manusia di dalam subyek penelitian juga akan mempengaruhi analisis penelitian, disamping juga harus dipertimbangkan value dan faktor budaya yang dimiliki/mempengaruhi sistem sosial tersebut.

DATA dalam Penelitian Tindakan

Penelitian Tindakan (Action Research) selalu mengumpulkan Data Kualitatif. Jadi meski sebuah penelitian tindakan mengumpulkan Data Kuantitatif, pasti juga membutuhkan analisis Data Kualitatif.

the full set of quantitative operations is notentirely legitimate for such use without qualitative interpretation throughmapping, indexing and scaling [Halfpenny, 1979]. Qualitative analyticaltechniques like hermeneutics, deconstruction, and theoretical sampling arecommon companions to action research [cf. Baskerville and Pries-Heje, 1999]


Peneliti sebagai Aktor dalam Subyek Penelitian

Salah satu tantangan dalam Penelitian Tindakan (Action Research) adalah bahwa Peneliti Tidak Boleh hanya menjadi Pengamat saja! Apalagi Peneliti hanya melihat dari luar lingkungan Subyek Penelitian. Tidak Boleh! Dalam Penelitian Tindakan (Action Research), Peneliti harus mampu menjadi bagian/aktor dalam sistem Subyek Penelitian dan bekerja-sama dengan aktor-aktor lainnya di dalam sistem tersebut (misal siswa, dosen lain, manajer dan mandor jika dalam perusahaan, dll).

Selain itu tindakan-tindakan intervensi dalam Penelitian Tindakan (Action Research) juga harus sepengetahuan, mendapat ijin, bahkan menjadi kegiatan bersama organisasi/perusahaan Subyek Penelitian. Karena dalam tindakan-tindakan intervensi tersebut terdapat resiko-resiko yang dapat mengganggu atau merugikan organisasi/perusahaan tersebut.

Dengan memahami tantangan tersebut memanglah wajar bila Peneliti akan umumnya akan memilih Subyek Penelitian yang memiliki akses atau kedekatan dengan Subyek Penelitian. Namun demikian, pemilihan Subyek Penelitian tidak boleh hanya berdasarkan kemudahan saja, tetapi harus tetap memastikan apakah Subyek Penelitian yang dipilih benar-benar memiliki Masalah yang ingin dipecahkan? memiliki karakteristik yang sesuai dengan Subyek Penelitian menurut kerangka teori yang dikembangkan?

Baskerville (1999) mendefinisikan 3 karakteristik setting sosial ideal dalam sebuah Penelitian Tindakan (Action Research), yakni:
1. Peneliti harus terlibat aktif dengan harapan keuntungan akan diperoleh oleh si Peneliti dan juga Subyek Penelitian;
2. Pengetahuan yang diperoleh selama penelitian harus dapat diimplementasikan secara practis dan cepat;
3. Proses siklus yang dilakukan selama penelitian mengaitkan/membuktikan antara Teori dan Praktek Lapangan.


KELEBIHAN & KELEMAHAN Metode Tindakan (Action Research)

Beberapa peneliti menyatakan bahwa Action Research adalah metode penelitian yang efektif untuk Applied Science seperti disiplin ilmu Sistem Informasi karena Metode Penelitian Tindakan (Action Research) membawa dan mengimplementasikan TEORI ke dalam KENYATAAN/Tindakan PRAKTIS sehingga cocok untuk Penelitian yang terkait interaksi antara Teknologi, Informasi, Manusia, dan Sosial Budaya. Metode AR diyakini tidak memisahkan antara Penelitian dan Dunia Nyata karena “Laboratorium” Penelitian AR adalah dunia praktis sebenarnya (Baskerville and Wood-Harper, 1996, Susman and Evered, 1978; Avison and Wood-Harper, 1991). Dengan metode AR, Subyek Penelitian benar-benar tidak dipisahkan dari Konteks-nya. Metode AR juga memberikan keuntungan baik bagi si Peneliti maupun bagi partisipan lain termasuk organisasi sebagai Subyek Penelitian dalam bentuk Pengetahuan Baru dan/atau Penyelesaian Masalah.

Beberapa KELEMAHAN Metode Penelitian Tindakan (AR) yang disampaikan peneliti diantaranya adalah: Metode Penelitian Tindakan (AR) mirip dan sulit dibedakan dengan aktivitas Konsultan yakni mencari pemecahan permasalahan perusahaan (Avison, 1993); saat sebuah intervensi tindakan berhasil menghasilkan efek yang diinginkan masih terdapat kesulitan memastikan bahwa luaran adalah benar-benar efek dari intervensi tindakan Bukan karena faktor lain (Baskerville
and Wood-Harper, 1996); metode AR masih dianggap tidak netral dan bias dari asumsi Peneliti (Avison and Wood-Harper, 1991); masih kurang kuat dalam validitas data (Baskerville and Wood-Harper, 1996); dan kesulitan dalam men-generalisasi hasil dari sebuah Penelitian AR.

The context of much IS research suggests that the strengths of AR may be regarded as more important and significant than its weaknesses, particularly when evaluated against other research approaches and paradigms.

(McKay & Marshall, 2001)

TAHAPAN PENELITIAN TINDAKAN (Action Research)

Menurut Blum (1955), Penelitian Tindakan di awal sejarahnya hanya terdiri dari 2 aktivitas utama yang bersifat iteratif yakni:
1. Tahapan Diagnosis (diagnostic stage) yakni tahapan di mana Peneliti mengidentifikasi permasalahan sosial di dalam subyek penelitian. Di tahapan ini teori-teori dirumuskan sesuai domain penelitian.
2. Tahapan Terapi (therapeutic stage) yakni eksperimen kolaborasi di mana Peneliti melakukan intervensi perubahan-perubahan di dalam sistem subyek penelitian dan mempelajari efeknya.
Kedua aktivitas itu dilakukan berulang-ulang secara iteratif hingga mendapatkan efek yang diinginkan.

Dalam perkembangannya terdapat beberapa rekomendasi tahapan-tahapan Penelitian Tindakan diantaranya ditampilkan di bawah ini: (A) McKay, 2000; (B) Susman and Evered, 1978; (C) Burns, 1994; dan (D) Checkland,1991.

Siklus tahapan-tahapan Action Research dapat dilakukan:
– Satu kali siklus pada satu Subyek Penelitian disebut “Linear Action Research” (Baskerville andWood-Harper, 1998)
– Lebih dari satu siklus pada satu Subyek Penelitian sampai hasil yang diinginkan tercapai atau
– Siklus yang sama diterapkan di lebih dari satu Subyek Penelitian (Kock et al., 1998), keduanya disebut “Multiple Iterations“,
– Dua Siklus secara bersamaan dilakukan terhadap satu Subyek Penelitian dengan tujuan yang berbeda yakni untuk tujuan Penyelesaian Masalah dan untuk tujuan Kepentingan Penelitian, disebut “Dual Imperatives of Action Research” (McKay dan Marshall, 2001)

Berbagai model tahapan-tahapan Action Research

Deskripsi tahapan Penelitian Tindakan yang paling populer disampaikan oleh Susman and Evered (1978), yakni bahwa sebuah Penelitian Tindakan (Action Research) dilakukan dengan melakukan 5 Tahapan yang bersifat siklus iteratif, yakni:
1. Diagnosing
2. Action Planning
3. Action Taking
4. Evaluating
5. Specifying Learning

5 tahapan Action Research (Susman & Evered, 1978)

Sebelum aktivitas Penelitian Tindakan dilaksanakan, lingkungan penelitian harus didefinisikan dahulu dan disepakati oleh Peneliti dan Subyek Penelitian. Lingkungan penelitian ini disebut “Client-System Infrastructure”. Kesepakatan ini mencakup: domain penelitian; titik masuk dan keluar Peneliti dalam sistem; tanggung-jawab Peneliti, aktor lain, dan subyek penelitian; dan kesepakatan kerja-sama antara Peneliti dengan aktor-aktor lain dalam subyek penelitian.

  1. Diagnosing
    yakni identifikasi Permasalahan Utama yang dimiliki subyek penelitian yang ingin diselesaikan atau diubah. Identifikasi permasalahan ini tidak dilakukan dengan menyederhanakan permasalahan atau memecahnya hanya sebatas permasalahan entitas-entitas tertentu (misal aspek teknologinya saja, aspek manusianya saja, atau aspek prosesnya saja0, namun melihat permasalahan secara utuh dalam konteks organisasi.
  2. Action Planning
    ditahapan ini Peneliti dan praktisi atau aktor lain dalam Subyek Penelitian melakukan kerja-sama merumuskan tindakan-tindakan secara organisasi untuk mengatasi permasalahan yang telah diidentifikasikan. Perencanaan tindakan-tindakan intervensi ini dilakukan berdasarkan kajian kerangka Teori dengan menentukan target-target pencapaian perubahan yang ingin dicapai (change milestones) dan pendekatan/strategi/tindakan yang akan dilakukan untuk mencapai setiap perubahan.
  3. Action Taking
    yakni Peneliti dan praktisi dalam Subyek Penelitian bekerja-sama secara aktif mengimplementasikan Rencana Tindakan. Intervensi tindakan-tindakan untuk perubahan ini dapat secara langsung dilakukan oleh peneliti atau dapat secara tidak langsung dilakukan melalui aktor-aktor lain dalam Subyek Penelitian.
  4. Evaluating
    Setelah tahapan intervensi tindakan selesai dilakukan, Peneliti dan praktisi dalam Subyek Penelitian bersama-sama mengevaluasi efek dari intervensi. Evaluasi mencakup menganalisis apakah efek-efek yang menurut teori akan terjadi dari tindakan yang dilakukan benar-benar terjadi? dan apakah efek-efek tersebut menyelesaikan Masalah yang ingin dipecahkan? Apabila target perubahan tercapai, harus dikaji apakah pencapaian target perubahan tersebut benar-benar karena intervensi tindakan yang dilakukan atau jangan-jangan karena faktor-faktor lain seperti aktivitas-aktivitas rutin/non-rutin organisasi lainnya? Apabila target perubahan tidak tercapai, maka kerangka kerja untuk intervensi tindakan berikutnya (termasuk hipotesisnya) harus dirumuskan kembali.
  5. Specifying Learning
    yakni mengkaji dan mendokumentasi lesson learned dari setiap keberhasilan maupun ketidakberhasilan dari intervensi tindakan. Semua lesson learned ini akan berguna untuk organisasi Subyek Penelitian sendiri sebagai pengetahuan baru, bagi Penelitian Tindakan itu sendiri untuk merumuskan intervensi tindakan berikutnya bila target belum tercapai, dan memberikan masukan bagi Penelitian-Penelitian berikutnya.

Siklus tahapan-tahapan dalam Penelitian Tindakan dapat secara iteratif dilakukan baik saat target perubahan tercapai maupun tidak tercapai guna terus mengembangkan pengetahuan organisasi dan kerangka kerja Teori yang ingin dikaji.

Dual Imperatives of Action Research

Jika secara umum, hampir semua model tahapan Penelitian Tindakan menyarankan Siklus Tunggal, yakni sebuah siklus tahapan-tahapan yang lebih dipandu oleh oleh kepentingan Penyelesaian Masalah di Subyek Penelitian. Menyadari bahwa sebuah Penelitian Tindakan selalu memiliki 2 tujuan yakni bagi Subyek Penelitian atau Praktisi adalah Penyelesaian Masalah sementara bagi Peneliti adalah Kontribusi Pengetahuan (atau Knowledge gap), maka McKay dan Marshall (2001) merekomendasikan pendekatan 2 Siklus Tindakan (dual cycle process) untuk setiap Penelitian Tindakan yang disebut dengan Model “Dual Imperatives“.

Model tahapan Penelitian Tindakan (AR) ini merekomendasikan Peneliti dengan Metode AR untuk melakukan 2 siklus kelompok aktivitas secara bersamaan, yakni: – Siklus tahapan-tahapan yang berorientasi pada Penyelesaian Masalah dan
– Siklus tahapan-tahapan yang berorientasi pada Kepentingan Penelitian.
Kedua siklus tersebut dilakukan secara paralel/bersamaan dan dimungkinkan terdapat irisan atau kesamaan dalam aktivitas-aktivitasnya.

Siklus Tahapan Berorientasi Penyelesaian Masalah
1. Peneliti mengidentifikasi Masalah Subyek Penelitian
2. Peneliti mencoba memahami berbagai Kontek Masalah (misal: siapa pemangku kepentingannya? bagaimana peraturannya? adakah aspek politik? aspek budaya? aspek birokrasi? dll)
3. Peneliti bekerja-sama dengan aktor lain dalam mengidentifikasi dan merencanakan aktivitas-aktivitas penyelesaian masalah (intervensi tindakan)
4. Peneliti bekerja-sama dengan aktor lain secara formal organisasi mengimplementasikan rencana intervensi tindakan.
5. Peneliti bekerja-sama dengan aktor lain memonitor dan mengevaluasi efektivitas pengaruh intervensi tindakan apakah sudah efektif menyelesaikan masalah.
6. Apabila hasilnya sudah dianggap memuaskan maka Peneliti dapat keluar dari Penelitian, apabila belum maka Peneliti bekerja-sama dengan aktor lain merevisi perencanaan intervensi tindakan.
dan begitu seterusnya hingga Efek Intervensi Tindakan dianggap memuaskan

Siklus Tahapan Berorientasi pada Kepentingan Penelitian
1. Peneliti merumuskan Research Questions & Tujuan Penelitian
2. Peneliti mengumpulkan fakta-fakta terkait melalui Studi Pustaka
3. Peneliti merencanakan dan merancang Proyek Penelitian untuk menjawab Pertanyaan & Tujuan Penelitian
4. Peneliti bekerja-sama dengan aktor lain secara formal organisasi mengimplementasikan rencana intervensi tindakan.
5. Peneliti bekerja-sama dengan aktor lain memonitor dan mengevaluasi efektivitas pengaruh intervensi tindakan apakah sudah menjawab Research Questions dan Tujuan Penelitian.
6. Apabila hasilnya sudah dianggap memuaskan maka Peneliti dapat keluar dari Penelitian, apabila belum maka Peneliti bekerja-sama dengan aktor lain merevisi perencanaan intervensi tindakan.
dan begitu seterusnya hingga Efek Intervensi Tindakan dianggap memuaskan

Peneliti harus mampu secara efektif mengintegrasikan kedua siklus tahapan tersebut yang mampu mengakomodasi Kepentingan Penelitian sekaligus Kepentingan Subyek Penelitian.

Dual Imperatives of Action Research (McKay dan Marshall, 2001)

Kalo kalian mau mengambil referensi dari tulisan ini tolong jangan lupa tulisin sitasinya ya:

Susanto, Tony Dwi (2020, September 5). Metode PENELITIAN TINDAKAN (Action Research). Notes Tony Dwi Susanto. https://notes.its.ac.id/tonydwisusanto/2020/09/05/metode-penelitian-tindakan-action-research/

Post Disclaimer

The information contained in this post is for general information purposes only. The information is provided by Metode PENELITIAN TINDAKAN (Action Research) and while we endeavour to keep the information up to date and correct, we make no representations or warranties of any kind, express or implied, about the completeness, accuracy, reliability, suitability or availability with respect to the website or the information, products, services, or related graphics contained on the post for any purpose.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *