Menu Close

Smart City adalah Ekosistem yg saling berpengaruh tidak bisa dipisah-pisah

smart-cities-as-essential-must-haves

1. “Kalo trotoar di Surabaya lebar shg nyaman utk pejalan kaki itu yg Smart kotanya atau yg Smart Bu Rismanya yg memerintah?”

2. “Apakah yg Smart harus selalu pake IT?”

Tulisan ini akan membahas 2 pertanyaan menarik yg kembali ditanyakan di sidang thesis mahasiswa S2 Sistem Informasi ITS pagi ini.

Pertanyaan pertama mengingatkan saya akan pesan mantan Wapres Pak Jusuf Kalla bahwa “Kota Cerdas menuntut Pemimpin Daerah yang Cerdas/Kreatif/Inovatif!
artinya memang sebuah Smart City adalah sebuah EKOSISTEM terdiri dari sistem Fisik Kota (bangunan, jembatan, air, tanah, dll) + sistem Sosial Kota (masyarakat, pemimpin daerah, staf birokrat) dan kedua komponen besar ekosistem ini saling mempengaruhi dan saling mensyaratkan.
Artinya spt pertanyaan retoris Ono W. Purbo ttg “Smart City: Apanya yg Smart? (Kotanya, Pemerintahnya, atau Masyarakatnya)” menunjukkan bahwa di Smart City kotanya harus Smart, Government nya harus Smart, & Citizennya juga harus Smart.

Lalu Apa Definisi SMART?
Di banyak definisi Smart City ada 9 kata kunci indikator kemampuan sebuah Kota yg “Cerdas”, yakni:
Sensing
Understanding
Acting
secara inovatif, lebih efisien, lebih akurat/efektif, lebih cepat/responsif hingga automatis dan antisipatif.

Dari definisi Kota dan untuk mencapai Indikator2 “Smart City” di atas maka sistem Fisik & sistem Manusia sebuah Kota Cerdas akan membutuhkan tool TEKNOLOGI & PROSES BISNIS (termasuk ORGANISASI) yg tepat utk memaksimalkan & merealisasikan potensi2 Teknologi untuk membantu mencapai Indikator2 Smart City di atas.

Menjawab Pertanyaan 2 apakah setiap inisiatif “Smart” harus memakai IT? Tidak bolehkah atau tidak bisakah “Smart” dilakukan scr manual?
Jawaban saya mirip dgn metode rentang penilaian Kemenpan-RB di SPBE 2020 yakni Bukan jawaban Ya/Tidak tapi bahwa sangat bisa sebuah inisiatif “Smart” tanpa IT, namun bila inisiatif inovatif tsb juga memanfaatkan IT maka diharapkan sistemnya akan lebih tercatat, mjd knowledge management, lebih sustain, mudah diintegrasikan dgn sistem lain, lbh mudah diutomatisasi, dan lbh mudah di-scalability. Sehingga saya meletakkannya hanya di masalah rentang nilai, yakni ide inovatif yg di”top-up” atau ditambahi atau difasilitasi dgn sistem IT dan tersistem akan memiliki skor lebih tinggi dr ide inovatif yg dilakukan scr manual dan adhoc.

beginu…😬
#just sharing pemahaman gara2 nguji thesis🤩

Post Disclaimer

The information contained in this post is for general information purposes only. The information is provided by Smart City adalah Ekosistem yg saling berpengaruh tidak bisa dipisah-pisah and while we endeavour to keep the information up to date and correct, we make no representations or warranties of any kind, express or implied, about the completeness, accuracy, reliability, suitability or availability with respect to the website or the information, products, services, or related graphics contained on the post for any purpose.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *