Menu Close

KONSULTAN e-GOVERNMENT: Pemberi Wawasan, Mediator, & Pembuat Solusi

Saat anda mendengar profesi “KONSULTAN IT” apa yang anda pikirkan? Kompetensi, dan tanggung-jawab apa yang rutin harus ia lakukan? Mungkin anda akan tergambar seorang Konsultan IT harus berlatar belakang pendidikan IT dan hanya akan dihadapkan pada permasalahan-permasalahan TEKNIS IT. Lalu bagaimana dengan profesi “KONSULTAN e-GOVERNMENT”?

Tulisan ini bertujuan berbagi pengalaman penulis tentang kompetensi, tanggung-jawab, dan pekerjaan apa yang harus dimiliki dan dilakukan oleh seorang “KONSULTAN IT” khususnya “KONSULTAN e-GOVERNMENT”? Mungkin anda atau anak didik anda atau anak-anak kita yang ingin menjadi seorang Konsultan e-Government akan dapat mengambil pelajaran tentang apa yang harus disiapkan, apa yang harus dipelajari, dan apa yang harus dikuasai. Pengalaman dan pandangan saya tentang KONSULTAN e-GOVERNMENT ini bisa jadi berbeda dengan pengalaman dan pandangan konsultan e-government lainnya. Namun setidaknya dalam konteks pengalaman yang sejenis yang saya alami, tulisan ini mudah-mudahan dapat menjadi salah satu referensi.

Secara umum, saya dapat katakan seorang KONSULTAN e-GOVERNMENT harus siap melakukan minimal 3 Peran:

  • sebagai PEMBERI WAWASAN
  • sebagaiBUMPER” sekaligus MEDIATOR
  • sebagai PEMBUAT SOLUSI
  1. KONSULTAN e-GOVERNMENT sebagai PEMBERI WAWASAN

Pada dasarnya CLIENT seorang Konsultan e-Government adalah Organisasi Pemerintah, baik setingkat Organisasi Perangkat Daerah (OPD atau Dinas) level kota/kabupaten, provinsi, ataupun kementrian atau nasional. Jadi seorang Konsultan e-Government akan berurusan dengan BIROKRASI dan BIROKRAT. Apa Konsekuensinya?

Jika anda mempelajari atau bersentuhan dengan organisasi publik, birokrasi, dan birokrat tentu anda akan faham betapa organisasi pemerintah benar-benar “unik” dan sangat berbeda dengan organisasi swasta apalagi perusahaan profesional. Organisasi pemerintah, staf pemerintah, dan layanan publik umumnya bersifat Non-profit, kaku/ rigid, terstruktur/birokratif, top-down, driven by regulation dan perintah atasan, sulit dipecat, sulit berubah, umumnya PNS, sebagian besar berusia lanjut, jarang yang berpendidikan hingga S2/S3, lebih berorientasi pemenuhan kewajiban administrasi dari pada kompetensi dan kualitas hasil kerja. Sekali lagi ini karakteristik umum yang saya jumpai, namun tentu di beberapa organisasi publik terdapat pengecualian 🙂

Dengan semakin besarnya tuntutan masyarakat dan tekanan peraturan pemerintah pusat tentang reformasi birokrasi dan layanan publik, maka alhamdulillaah laksana kesepakatan nasional: pemimpin-pemimpin daerah di Indonesia kini saling berlomba-lomba untuk memanfaatkan teknologi informasi & komunikasi (TIK) untuk mempermudah, mengefisienkan, dan mengefektifkan operasional internal dan layanan publik sekaligus meningkatkan citra kota/kabupaten/organisasi mereka. Tuntutan “modernisasi” infrastruktur, manajemen, dan budaya organisasi pemerintah ini tentu kontradiktif dan banyak bertentangan dengan karakteristik organisasi pemerintah yang saya sebutkan di atas. Untungnya, di banyak kesempatan, banyak organisasi pemerintah dan pemimpin pemerintahan sudah memiliki Good Will untuk BERUBAH, untuk BELAJAR hal-hal baru dan membuat perubahan, khususnya pengetahuan dan implementasi IT di organisasi dan tupoksi mereka. Dengan karakteristik SDM PNS Pemda yang umumnya generasi X (kelahiran 1960an) dan generasi Y (kelahiran 1970an) dengan pendidikan formal yang umumnya sangat jarang mencapai S2 apalagi S3 dan sedikit pula yang berlatarbelakang pendidikan IT, maka umumnya organisasi pemerintah akan mengundang seorang KONSULTAN e-GOVERNMENT sebagai NARA SUMBER utamanya untuk memberikan wawasan atau pengetahuan terkait IT untuk permasalahan operasional pemerintah dan layanan publik.

Dalam fungsi/peran ini tentu seorang Konsultan e-Government harus memiliki:

  • pengetahuan Fungsi dan Manfaat IT sebagai alternatif solusi bisnis. Termasuk di dalamnya update pengetahuan inovasi teknologi terkini.
  • pengetahuan Proses-proses dan aktivitas-aktivitas dalam operasional pemerintahan dan layanan publik.
  • ketrampilan Komunikasi, khususnya dalam Mengajar atau Menjelaskan sebuah ide/gagasan. Kemampuan komunikasi ini juga mencakup Mental berhadapan dan berkomunikasi dengan orang yang lebih tua/senior, kesabaran, dan pemilihan bahasa yang sederhana dan mudah difahami. Dalam menjelaskan atau mempersuasikan suatu konsep/pendapat kepada seorang birokrat dibutuhkan ketrampilan khusus, yakni: pantang merendahkan/meremehkan, kemampuan memuji dan meningkatkan kepercayaan diri lawan bicara, hingga kemampuan mempertemukan pemahaman awal lawan bicara dengan konsep yang ingin disampaikan.

2.  KONSULTAN e-GOVERNMENT sebagai “BUMPER” sekaligus MEDIATOR

Fungsi atau peran kedua yang umumnya diminta dari seorang Konsultan e-Government adalah sebagai Mediator konflik internal OPD atau antar OPD. Beberapa pengalaman saya mengajarkan saya tuntutan pekerjaan ini 🙂 Contoh:

Suatu ketika BAPPEDA/BAPPEKO mengundang saya sebagai KONSULTAN untuk menghitungkan TARGET Indikator yang harus dicapai oleh Dinkominfo, yakni Target Jumlah Layanan Publik Online. Dalam perhitungan ilmiah/akademik saya ditemukan target yang harus dicapai sebanyak 20 layanan publik online dalam satu tahun. Sementara sebenarnya BAPPEDA/BAPPEKO telah memiliki “angka” permintaan sebesar 15 layanan online. Dalam suatu pertemuan, BAPPEDA/BAPPEKO mempertemukan saya dengan Dinkominfo dan meminta saya memaparkan perhitungan target yang harus dicapai oleh Dinkominfo. Mendengar target yang saya hitung  2x dari kesanggupan mereka (yakni 10 layanan publik online/tahun) tentu membuat staf Dinkominfo yang hadir meluapkan kekesalannya kepada saya dan mencoba mengkritisi perhitungan saya. Di tengah-tengah sengitnya perdebatan antara perhitungan akademis saya di angka 20 dan kesanggupan Dinkominfo diangka 10, BAPPEDA/BAPPEKO kemudian “menengahi” dengan kata-kata “Ya sudah kita ambil angka tengah saja, target Dinkominfo tahun ini 15 Layanan Publik Online!” Tentu angka tengah ini akhirnya diterima sebagai angka kompromi oleh Dinkominfo (padahal angka 15 tersebut memang sudah disiapkan oleh BAPPEDA/BAPPEKO sebelumnya sebagai OPD penentu nilai target OPD-OPD lainnya) 🙂 Di sinilah saya menyadari ternyata peran saya sebagai Konsultan e-Government dalam kasus tersebut adalah sebagai “BUMPER” sekaligus Mediator membantu BAPPEDA/BAPPEKO dalam menekan OPD menerima sebuah nilai target capaian indikator kinerja RPJMD.

Sebenarnya masih banyak lagi cerita pengalaman saya sebagai “Bumper” sekaligus mediator konflik internal OPD maupun antar OPD, dari yang teknis IT hingga non-IT seperti Tupoksi dan target capaian RPJMD. Dalam fungsi atau peran ke-dua ini tentu seorang Konsultan e-Government dituntut memiliki:

  • pengetahuan Fungsi dan manfaat IT sebagai alternatif solusi bisnis, Metode Evaluasi IT, Manajemen Resiko IT, dan aspek-aspek tata kelola & manajemen IT lainnya.
  • pengetahuan Proses, Aktivitasi, Tupoksi, dan Dasar Peraturan serta Best Practices terkait operasional pemerintahan dan layanan publik.
  • ketrampilan Komunikasi dan NEGOSIASI. Dalam hal ini seorang Konsultan e-Government harus memiliki mental negosiasi dan persuasi yang mumpuni, ketenangan, kesabaran, kemampuan menghargai dan memuji lawan bicara, hingga memikirkan alternatif kompromi.

3.  KONSULTAN e-GOVERNMENT sebagai PEMBUAT SOLUSI

Jika anda sebagai Konsultan e-Government telah diundang sebagai PEMBERI WAWASAN Solusi IT, di beberapa kesempatan anda akan ditawari sekaligus fungsi/peran sebagai PEMBUAT SOLUSI, yakni anda sekaligus diminta untuk membuatkan produk solusi permasalahan IT mereka. Produk solusi IT tersebut dapat berupa aplikasi, infrastruktur, gambar rencana, dokumen SOP, atau training. Dengan demikian menjadi seorang Konsultan e-Government tidak bisa hanya sekedar memberi rekomendasi alias “omong doang”, ia juga harus siap melakukan pekerjaan teknis atau membantu implementasi rekomendasi-rekomendasi solusi IT yang ia sarankan.

Untuk mampu melakukan fungsi atau peran sebagai Pembuat Solusi IT ini seorang Konsultan e-Government dituntut memiliki:

  • pengetahuan dan ketrampilan user requirement analysis dan perancangan aplikasi dan infrastruktur IT.
  • pengetahuan dan ketrampilan Tata Kelola dan Manajemen IT
  • ketrampilan Manajemen Proyek dan Kepemimpinan, termasuk di dalamnya kemampuan networking, berteman, dan mencari/merekrut serta mengelola tim dengan berbagai kemampuan teknis dan manajemen.

Nah, dari ketiga tuntutan peran ini jelas seorang KONSULTAN e-GOVERNMENT dituntut untuk terus dan selalu menambah pengetahuan, ketrampilan, dan pengalamannya baik di aspek teknis IT hingga manajemen IT. Semakin berpengalaman dan bereputasi seorang Konsultan, semakin ahli ia menemukan solusi IT yang khas/tepat untuk sebuah organisasi, dan semakin mahal ia digaji.

Jadi jika anda seorang fresh graduate yang ingin menjadi seorang Konsultan IT atau Konsultan e-Government, mulailah dari menjadi asisten seorang Konsultan e-Government Senior dan kumpulkan sebanyak mungkin pengalaman dan pelajaran darinya, sekaligus menambah terus reputasi CV mu. Karena seperti quote yang saya sampaikan ini, bahwa:

Menggaji seorang Konsultan adalah MEMBELI Pengetahuan dan Ketrampilan yang ia peroleh dari Pengalaman Panjang Profesionalnya. Bukan sekedar membeli sebuah produk yang bisa didapat dari siapa saja.


*Sebagai dasar generalisasi pendapat saya tentang profesi KONSULTAN e-GOVERNMENT ini, berikut latar belakang pendidikan dan pengalaman saya sebagai PENELITI & KONSULTAN e-GOVERNMENT: Saya mulai bersentuhan dengan proyek e-government semenjak tahun 2003, dari mulai hal sederhana yakni training pengguna e-government. Kemudian dilanjutkan dengan bekerja sebagai Peneliti Tamu di Australia topik e-government tahun 2005-2006, dilanjutkan studi & penelitian S3 saya di bidang e-Government juga di Australia (2008 – 2012). Selama di Australia, Alhamdulillaah sempat magang di organisasi pemerintah dan proyek e-government Adelaide, menjalankan layanan SMS e-government di South Australia dan Northern Territory Government, Australia tahun 2008 – 2010. Selanjutnya sepulang ke Indonesia dan bergabung dengan ITS telah lebih dari 28 Proyek e-Government di 4 kota/kabupaten telah saya tangani dari mulai perencanaan (Masterplan e-Government), perancangan Command Center, pembuatan aplikasi, struktur organisasi IT, hingga evaluasi IT. Dari level organisasi (Dinas/OPD), level Kota/Kabupaten, hingga level nasional. Sedikitnya 2 sertifikasi internasional bidang IT saya peroleh dan berbagai training IT di Indonesia dan Australia. Tentu pengalaman dan pendidikan saya ini akan mempengaruhi bagaimana saya memandang, bersikap, dan bekerja dalam profesi saya sebagai KONSULTAN e-GOVERNMENT. Bisa jadi pendapat saya ini BERBEDA dengan Pengalaman dan Pendapat anda.

Post Disclaimer

The information contained in this post is for general information purposes only. The information is provided by KONSULTAN e-GOVERNMENT: Pemberi Wawasan, Mediator, & Pembuat Solusi and while we endeavour to keep the information up to date and correct, we make no representations or warranties of any kind, express or implied, about the completeness, accuracy, reliability, suitability or availability with respect to the website or the information, products, services, or related graphics contained on the post for any purpose.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *