MEMBANGUN (LAGI) DENGAN KEARIFAN LOKAL

Gempa, seakan semakin akrab terjadi di bumi Indonesia. Belum selesai dampak Gempa Lombok direhabilitasi dan direkonstruksi, kabar duka kembali datang dari Palu dan Donggala. Tiga bencana beruntun menghantam, mulai dari gempa, tsunami, dan likuefaksi (tanah gerak). Korban jiwa bahkan sudah mencapai ribuan. Gempa bumi sebetulnya sudah memiliki pola, dia tidak datang secara tiba-tiba, apalagi kebetulan. Sudah ada pola-pola yang mencetusnya, dan kemudian menjadi bencana apabila ada kehidupan manusia yang berinteraksi dengan pola tersebut. Sebagai contoh, kawasan permukiman yang berada di daerah patahan, tentu saja akan beresiko tinggi apabila terjadi gempa.

Berdasarkan catatan historis, frekuensi gempa di Selat Makassar rupanya termasuk yang paling tinggi di Indonesia. Sehingga tidak heran, nenek moyang orang Palu telah mengenal dan memahami situasi ini. Dalam bahasa mereka, gempa disebut linu, tsunami disebut bombatalu yang istilah mereka gelombang memukul tiga kali. Bahkan likuefaksi pun telah mereka kenal, yang mereka sebut dengan nalado, artinya ambles diisap lumpur (dikutip dari Kompas 3 Oktober 2018).

Linu, bombatalu, dan nalado tidak hanya sekedar kosa kata dalam bahasa lokal di Palu, tetapi sebenarnya sudah menjadi pengetahuan lokal. Nenek moyang orang Palu telah memahami pola-pola dari gempa, tsunami, dan likuefaksi dari pengalaman yang berulang-ulang terjadi. Karena mereka paham, maka mereka bisa beradaptasi dari ketiga bencana tersebut. Yang menarik adalah, kalau nenek moyang kita telah memahami pengetahuannya dan menuturkannya secara turun-temurun, lalu mengapa korban jiwa masih banyak terjadi saat gempa, tsunami, dan likuefaksi menerjang Palu dan Donggala.

Pengetahuan yang Terlupakan

              Pada Tahun 2004, saat gempa dan tsunami menghantam Aceh dan sekitarnya, korban jiwa bahkan mencapai ratusan ribu jiwa. Kejadian menarik terjadi di Pulau Simeulue, dimana korban jiwa “hanya” mencapai puluhan orang saja. Padahal pulau ini terletak di dekat pusat gempa dan terkena tsunami yang paling parah. Korban jiwa dapat diminimalkan karena ada pengetahuan lokal smong yang sudah menjadi tutur turun-temurun. Tutur dalam bentuk lagu penghantar tidur, yang salah satu bagian lagunya menjelaskan bila terjadi guncangan hebat, laut tiba-tiba surut, maka segeralah lari ke gunung. Pengetahuan inilah rupanya yang menyelamatkan masyarakat di Pulau Simeulue.

              Pengetahuan dari Linu, bombatalu, dan nalado terlihat kurang berperan, ketika melihat data jumlah korban jiwa di Kota Palu. Memang masih perlu penelitian lebih lanjut, peranan pengetahuan lokal tersebut terhadap adaptasi masyarakat terhadap bencana. Tetapi yang jelas, adaptasi ini kurang terlihat, saat perumahan di Kampung Petobo, Balaroa, dan Jono Oge “tertelan” bumi akibat likuefaksi. Lokasi ini tentu saja tidak kebetulan terkena tanah gerak akibat gempa. Setelah diteliti lebih lanjut oleh para ahli, rupanya struktur geologi wilayah ini memang beresiko tinggi terhadap terjadinya likuefaksi.

              Tutur dari nenek moyang kita seakan tidak tersampaikan. Pengetahuan lokal yang telah ada seperti terlupakan. Terkadang memang pengetahuan lokal sulit dijelaskan secara ilmiah, sehingga terkesan tidak logis. Mungkin juga Linu, bombatalu, dan nalado kita anggap sebagai mitos, karena periode waktu terjadinya sangat lama. Bahkan bencana-bencana besar yang terjadi di masa lalu sudah lintas beberapa generasi. Namun yang pasti, nenek moyang kita menurunkan pengetahuan lokal, berasal dari fenomena yang dialami dalam kehidupan keseharian mereka.

Revitalisasi Kearfian Lokal

              Kejadian gempa bumi, tsunami, dan likuefaksi di Palu-Donggala menjadi momentum yang baik untuk mengingat kembali pada kearifan lokal kita. Kearifan lokal umumnya berwujud pengetahuan-pengetahuan lokal. Pengetahuan ini seharusnya valid dan bisa dipercaya untuk lokal wilayah tersebut. Nenek moyang kita tentu saja sudah berhitung secara ”statistik”, sehingga dapat menyimpulkan pola-pola kejadian dan situasi pada lingkungan mereka, untuk menjadi pengetahuan yang layak dituturkan secara turun-temurun menjadi sebuah kearifan lokal.

              Penelitian-penelitian untuk menginventarisasi dan mengeksplorasi kearifan lokal di masyarakat perlu dilakukan. Pengetahuan lokal dan kearifan lokal inilah yang seringkali bisa memberikan penjelasan terhadap kejadian di suatu lokasi. Pengetahuan lokal ini memang perlu dicari penjelasan ilmiahnya, sehingga bisa dipahami secara nalar oleh generasi saat ini.

              Disamping itu, bentuk dan kemasan pengetahuan pada kearifan lokal kita perlu direvitalisasi disesuaikan dengan perkembangan jaman. Pengetahuan seperti smong, linu, bombatalu, dan nalado, maupun yang lainnya bisa dikemas menjadi buku pengetahuan maupun buku populer. Bahkan pengetahuan-pengetahuan tersebut bisa diwujudkan dalam bentuk aplikasi permaian ataupun aplikasi-aplikasi lainnya yang berbasis komputasi dan teknologi informasi. Tujuannya, pengetahuan lokal menjadi lebih populer, mudah diingat, dan tanpa sadar menjadi pengetahuan serta membentuk kebiasaan masyarakat.

Akomodasi dalam Kebijakan Formal

              Kejadian gempa di Palu membuat kita banyak belajar dalam pembangunan kota. Beberapa kawasan permukiman, perdagangan-jasa, fasilitas umum justru berada di wilayah yang memiliki resiko tinggi terhadap gempa, tsunami, dan likuefaksi. Memang ini menjadi persoalan yang rumit, karena telah terakumulasi oleh waktu. Apakah rencana alokasi kegiatan tersebut tidak memperhatikan data resiko bencana. Atau mungkin sudah ada larangan membangun di kawasan tersebut, tetapi terjadi pelanggaran pembangunan yang “dibiarkan” secara terakumulasi. Permasalahan-permasalahan yang terakumulasi tersebut akhirnya menjadi kompleks.

              Namun yang jelas, dalam prosedur penyusunan rencana tata ruang kota atau wilayah, seringkali pengetahuan-pengetahuan lokal kurang mendapat porsi yang signifikan. Pengetahuan lokal seringkali kurang disadari keberadaannya, atau kalaupun berhasil diidentifikasi, lebih diakomodasi sebagai formalitas saja. Pengetahuan lokal tidak berpengaruh kuat sebagai pertimbangan dalam keputusan pembangunan kota. Pembangunan kota umumnya menggunakan Norma, Standar, Pedoman, dan Manual (NSPM) yang generik. Artinya standar di Pulau Jawa digunakan juga untuk pengembangan kota di Sulawesi. Padahal di suatu wilayah terdapat hal-hal unik yang perlu diperhatikan.

              Kawasan yang mengalami bencana mungkin saja sudah ada “cerita” lokalnya, yang kita tidak pahami, sehingga pengetahuan lokal tersebut tidak terakomodasi dalam pembangunan kawasan tersebut. Salah satu penyebab dari situasi ini adalah adanya informasi atau pengetahuan yang “hilang”, sehingga kebijakan formal menjadi kurang memahami ciri khas lokal di wilayah tersebut. Informasi atau pengetahuan yang “hilang” ini bisa jadi karena pengetahuan lokal tidak terdokumentasi dengan baik di masyarakat. Karena tidak terdokumentasi ini, maka tidak ada kekuatan yang mengawal agar pengetahuan lokal dapat diakomodasi dalam kebijakan pembangunan kota secara formal.

              Upaya merevitalisasi kearifan lokal bertujuan agar pengetahuan-pengetahuan lokal tersebut tetap melekat di masyarakat. Dan selanjutnya masyarkat dapat menginformasikan, mendorong, dan mengawal agar pengetahuan lokal yang ada di suatu kawasan dapat diakomodasi dalam kebijakan formal. Selanjutnya pengetahuan lokal di masyarakat dapat ditransformasi menjadi NSPM lokal, yang dapat digunakan sebagai pedoman dalam pembangunan kota atau wilayah di suatu tempat. Masyarakat Palu dan Donggala harus bangkit dari bencana yang dialaminya, mari membangun lagi, dengan memanfaatkan pengetahuan yang sudah dirumuskan dari nenek moyang kita.

Post Disclaimer

The information contained in this post is for general information purposes only. The information is provided by MEMBANGUN (LAGI) DENGAN KEARIFAN LOKAL and while we endeavour to keep the information up to date and correct, we make no representations or warranties of any kind, express or implied, about the completeness, accuracy, reliability, suitability or availability with respect to the website or the information, products, services, or related graphics contained on the post for any purpose.

Leave a comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *