Menu Close

Pengembangan Arsitektur Proses Bisnis UMKM Garmen Berskala Kecil di Jawa Timur

Latar Belakang

Salah satu sektor UMKM potensial dalam penerapan teknologi informasi adalah UMKM di sektor industri garmen. Namun, UMKM menghadapi tantangan dalam mengadopsi teknologi informasi dikarenakan beberapa faktor. Diantaranya anggaran dana yang terbatas, kurangnya pengetahuan pemilik dan sulitnya menemukan teknologi informasi yang sesuai dengan proses bisnis UMKM. Hal ini menimbulkan risiko terjadinya kegagalan implementasi teknologi informasi. Selain itu dari sisi lain, perbedaan proses bisnis dari UMKM dalam sektor industri garmen menjadi kendala untuk mengetahui proses bisnis yang umum dan ideal dan proses bisnis apa yang perlu diotomasi sesuai dengan kebutuhan industri garmen.

Untuk dapat mengatasi permasalahan tersebut diperlukan sebuah arsitektur proses bisnis umum dari industri garmen. Dengan adanya model arsitektur proses bisnis ini, UMKM pada sektor industri garmen dapat  memiliki acuan dan tolak ukur bagi UMKM yang belum mendefinisikan proses bisnis dan dapat dijadikan acuan untuk menerapkan teknologi informasi yang sesuai.

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk:

  1. Mengidentifikasi berbagai tipe kasus yang membutuhkan penanganan yang berbeda dalam UMKM garmen.
  2. Mengidentifikasi fungsi bisnis yang dimiliki oleh setiap UMKM dalam menangani tipe kasus yang berbeda.
  3. Menghasilkan arsitektur proses bisnis secara umum dari beberapa UMKM garmen.
  4. Mengidentifikasi proses spesifik atau khusus yang ada pada beberapa UMKM.

Arsitektur proses bisnis

Proses bisnis merupakan seluruh aktivitas merubah input menjadi output dengan memanfaatkan seluruh sumber daya pada perusahaan dengan cara yang terpercaya, konsisten dan berulang untuk mencapai tujuan perusahaan [1] [2]. Dari pernyataan tersebut, dapat diketahui bahwa proses bisnis merupakan salah satu bagian yang penting yang harus diperhatikan di dalam perusahaan. Proses bisnis yang baik merupakan proses bisnis yang efektif dan efisien bagi perusahaan. Disiplin ilmu yang mempelajari proses bisnis salah satunya Business Process Management atau BPM. BPM (Business process management) merupakan disiplin ilmu bagaimana memastikan kinerja proses dalam suatu organisasi untuk menghasilkan keluaran yang konsisten dan memahami peluang untuk meningkatkan kinerja tersebut [3].  Dengan kata lain, BPM dapat memulai dan mempertahankan suatu program kerja yang dapat mengubah bisnis di dalam suatu perusahaan dengan berbagai mekanisme untuk mendapatkan keuntungan kompetitif.

BPM terbagi menjadi  enam langkah, yaitu Process Identification, Process Discovery, Process Analysis, Process Redesign, Process Implementation dan Process Monitoring and Controlling. Pada penelitian ini, peneliti berfokus kepada tahap yang pertama yaitu process identification atau identifikasi proses.

Tahapa identifikasi proses merupakan penentuan masalah pada bisnis dan identifikasi, pembatasan dan hubungan penentuan relevansi proses terhadap setiap masalah [4]. Dalam identifikasi proses, output yang dihasilkan merupakan process architechture atau arsitektur proses. Arsitektur proses merupakan model konseptual yang menggambarkan proses-proses dan keterkaitan hubungan antar proses dalam perusahaan [4]. Selain itu, arsitektur proses bisnis juga merupakan pedoman bagaimana seharusnya proses bisnis dijalankan. Pada penelitian ini, peneliti menggunakan metode dari Marcello La Rossa, Jan Mendling, Hajo A. Reijers dalam buku Fundamentals of Business Process Management [4] untuk membangun proses arsitektur. Berikut merupakan langkah-langkah pembuatan arsitektur proses bisnis.

metodologi

Penelitian Studi Kasus

Penelitian studi kasus pada penelitian ini bertujuan untuk mengumpulkan, membandingkan setiap proses dari masing-masing objek penelitan. Berdasarkan tujuan peneltian, peneliti bertujuan untuk mendapatkan jawaban berasarkan fakta dengan menggunakan studi kasus, sejarah dan eksperimen sebagai metode yang disarankan [4]. Dalam melakukan penelitian, peneliti melakukan perancangan komponen penelitian, yaitu pertanyaan penelitian, prosporsi penelitian dan unit of analysis. 

  1. Pada penelitian studi kasus, jenis pertanyaan yang digunakan adalah “mengapa” dan “bagaimana”. Selain itu digunakan juga pertanyaan “apa” dan “siapa” untuk mendapatkan hasil yang diharapkan sehingga mendukung hasil dari data yang akan diperoleh.
  2. Proporsi penelitian ini mencakup batasan dari penelitian tugas akhir. Penelitian ini dilakukan pada 10 UMKM di Jawa Timur berskala kecil pada industry garmen dengan proses make-to-order.
  3. Pada penelitian ini, unit of analysis yang digunakan menggunakan single unit of analysis yang memahami akan keseluruhan proses pada UMKM. Narasumber dapat merupakan pemilik UMKM atau manajer.

Untuk menuji kualitas, penulis menggunakan kriteria, yaitu Construct Validity, Internal Validity, External Validity dan Reliability.

Pengumpulan data dilakukan dengan 10 UMKM yang tersebar di Jawa Timur, dengan kriteria sebagai berikut:
UMKM

Hasil dan Pembahasan

Identifikasi Tipe Kasus

Identifikasi arsitektur proses bisnis mengikuti metode yang dikembangkan oleh Marlon Dumas et al [3]. Tipe kasus merupakan hasil klasifikasi dari jenis kasus yang ditangani di dalam organisasi. Sebuah case atau kasus merupakan sesuatu yang ditangani organisasi. Pada umumnya, kasus merupakan produk atau layanan yang disampaikan oleh organisasi kepada pelanggan.

Klasifikasi tipe kasus yang ditangani dalam organisasi dapat ditentukan dengan menggunakan beberapa kategori. Pada kesepuluh UMKM, hasil klasifikasi tipe kasus yang ditemukan terbagi menjadi tiga, yaitu berdasarkan jenis produk, fitur produk dan layanan desain. Berikut adalah hasil identifikasi tipe kasus dari 10 UMKM.
tipe kasus

Setiap UMKM memiliki tipe kasus yang berbeda beda.  Berdasarkan hasil identifikasi tipe kasus jenis produk, dapat diketahui bahwa setiap UMKM menyediakan jenis produk kaos.  Dari  hasil identifikasi tipe kasus fitur produk, dapat diketahui bahwa setiap UMKM menyediakan fitur produk polos. Namun tidak semua UMKM menyediakan fitur produk sablon, bordir dan sablon & bordir.  Berdasarkan hasil identifikasi tipe kasus layanan desain, dapat diketahui bahwa setiap UMKM menyediakan layanan pembuatan desain produk dan dapat menerima desain dari pelanggan.

Identifikasi Fungsi Bisnis

Fungsi bisnis merupakan klasifikasi dari fungsi yang dilakukan dalam organisasi. Fungsi dalam organisasi dapat diuraikan secara lebih detail menjadi sub fungsi dalam organisasi. Fungsi bisnis dilakukan pada tipe kasus yang berbeda. Setiap tipe kasus diidentifikasi dengan detail dan untuk setiap tipe kasus dilakukan identifikasi fungsi yang dapat dilakukan pada tipe kasus tersebut. Identifikasi fungsi bisnis juga dapat mengacu kepada model referensi untuk melakukan klasifikasi. Referensi yang digunakan merupakan Process Classification Framework atau PCF. Bagian dalam PCF  yang digunakan merupakan level 2, yaitu process group, Berikut adalah hasil identifikasi dan wawancara dari kesepuluh UMKM yang digunakan yaitu:

  1. 10105 – Develop and manage sales plans
  2. 10062 – Develop products and services
  3. 10216 – Procure materials and services
  4. 10729 – Perform revenue accounting
  5. 20008 – Develop and manage marketing plans
  6. 10219 – Manage logistics and warehousing
  7. 10217 – Produce/Manufacture/Deliver product

Pada kesepuluh UMKM, hasil klasifikasi fungsi bisnis yang ditemukan terbagi menjadi tujuh, yaitu Sales, Design, Purchasing, Finance, Marketing, Warehouse dan Manufacturing . Berikut adalah hasil identifikasi tipe kasus dari 10 UMKM:
tipe kasus

Berdasarkan hasil identifikasi fungsi bisnis, setiap UMKM memiliki fungsi bisnis Sales, Design, Purchasing, Finance, Marketing, Warehouse dan Manufacturing. Namun, setiap umkm memiliki sub-aktivitas yang berbeda di dalamnya.

Memodelkan Arsitektur Proses

Berdasarkan hasil identifikasi tipe kasus dan proses bisnis, tahap selanjutnya merupakan memodelkan arsitektur proses. Proses memodelkan arsitektur proses dimulai dengan membentuk matriks. Matriks disusun berdasarkan   kombinasi hasil dari dua langkah sebelumnya. Kolom pada matrik menunjukkan perbedaan dari tipe kasus dan baris pada matriks menunjukkan perbedaan fungsi bisnis. Sel dalam matriks yang berisikan tanda “x” menunjukkan bahwa tipe kasus tersebut dilaksanakan oleh fungsi bisnis terkait. Pembuatan matriks dilakukan pada masing-masing UMKM dengan menghasilkan satu matriks untuk satu UMKM. Berikut adalah contoh matriks pada UMKM D.
matrix

Dari pembentukan matriks, langkah selanjutnya merupakan pembentukan proses bisnis. Pembentukan proses bisnis dilakukan pada masing-masing matriks dari 10 UMKM. Ada delapan panduan menurut Marcello La Rossa, Jan Mendling, Hajo A. Reijers dalam buku Fundamentals of Business Process Management [3], yaitu:

  1. Jika pada setiap proses memiliki aliran objek yang berbeda, maka dapat dipisah secara vertikal. Aliran objek merupakan objek yang mengalir di dalam proses bisnis atau objek yang ditangani pada proses bisnis.
  2. Jika pada setiap proses mengubah , maka dapat dipisah secara vertikal. Terdapat beberapa kasus dimana dalam satu proses, dilakukan beberapa aliran objek sekaligus.
  3. Jika pada setiap proses merubah keadaan transaksional, maka dapat dipisah secara vertikal. Secara khusus, dapat dibedakan menjadi: tahap inisiasi, negosiasi. Eksekusi dan kondisi yang diterma. Transisi merupakan proses dari satu keadaaan ke keadaan yang lalinnya.
  4. Jika pada setiap proses terdiri dari pemisahan pada waktu proses, maka dapat dipisah secara vertikal. Pemisaahan tersebut apabila proses dilakukan pada interval waktu yang berbeda.
  5. Jika pada setiap proses terdiri dari pemisahan pada tempat proses, maka dapat dipisah secara horizontal. Permisahan dilakukan apabila pross dikerjaan dalam beberapa lokasi dan dilakukan secara berbeda.
  6. Jika pada setiap proses terdiri dari pemisahan pada dimensi proses, maka dapat dipisah secara horizontal.  Pada matriks di atas, tidak ada proses yang dipisah terhadap dimensi tertentu. Seluruh proses dilakukan dalam dimensi yang sama, yaitu ketika langsung ditangani untuk setiap proses.
  7. Jika pada setiap proses dipisah pada model referensi, maka proses tersebut dapat dipisah. Referensi model merupakan model atau framework mengenai proses arsitektur yang telah ada yang suda ditentukan sebagai solusi praktik terbaik.
  8. Jika proses mencakup beberapa fungsi dalam satu tipe kasus dibandingkan yang lain, maka dapat dipisah secara horizontal. Pemisahan dapat dilakukan apabila sau proses memiliki banyak tanda “x” pada matrriks di dalam satu kolom dibandignkan kolom yang lain.

Berikut merupakan contoh hasil identifikasi proses berdasarkan delapan panduan:

prosesbisnis
Perbandingan Proses Bisnis
Setelah melakukan proses identifikasi proses bisnis secara umum, tahap selanjutnya untuk membuat model arsitektur proses secara umum adalah membandingkan seluruh proses bisnis dari setiap UMKM dan memilih proses yang dimiliki seluruh UMKM. Sehingga model nantinya akan dapat diterapkan pada mayoritas UMKM. Hasil perbandingan dapat dilihat pada tabel berikut:
perbandingan

Dari perbaningan di atas terlihat bahwa setiap UMKM memiliki delapan proses yang sama dan memiliki variasi pada produksi jenis jahitan yaitu jahit (S), obras (E) dan overdeck (O), serta dari jenis desain yaitu polos, sablon, bordir, sablon&bordir. Selain itu juga dilihat dari penggunaan kancing atau tidak. Delapan proses yang sama dijelaskan dalam beberapa poin berikut: 

  1. Manage sales order
    Proses ini merupakan proses mengambil, menerima, memproses dan mengetahui permintaan dari pelanggan. Proses ini juga memantau status dari permintaan pelanggan menjadi penagihan dan pengiriman kepada pelanggan.
  2. Process acoount receiveable
    Proses ini merupakan penerimaan pembayaran dari pelanggan. Proses ini termasuk seluruh proses mengenai penerimaan uang, baik secara tunai, cek atau elektronik.
  3. Order matrials and services
    Proses ini merupakan pembuatan dan penerimaan mengenai pemesanan pembelian.
  4. Perform quality testing
    Proses ini merupakan proses tes produk untuk mengevaluasi kualitas dari produk yang dibuat.
  5. Operate warehousing
    Proses ini merupakan proses pemantauan gudang, menerima dan menyimpan produk serta pengiriman produk.
  6. Manage product marketing content
    Proses ini merupakan proses penentuan kontek untuk pemasaran produk.
  7. Design and prototype product and service
    Proses ini merupakan proses pembuatan desain dari produk sebelum produk diproduksi.
  8. Produce product (S-Ob-Ov)
    Proses ini merupakan proses pembuatan produk, yaitu prose mengubah bahan mentah yang dikembangkan menjadi produk yang siap digunakan pelanggan.

Dari kedelapan proses tersebut, proses selanjutnya adalah pembuatan process map masing-masing dari setiap proses bisnis. Berikut adalah hasil pembuatan process map berdasarkan hasil wawancara dan aktivitas level 3 pada PCF:

pcmap1
pcmap2

Pemanfaatan Arsitektur Proses Bisnis

Pemanfaatan arsitektur yang merupakan siklus dalam BPM adalah agar UMKM mengetahui proses apa yang perlu ditingkatkan dan ditomasi, sehingga meningkatkan proses bisnis UMKM. Selain itu, unuk UMKM yang akan memulai usaha, arsitektur proses tersebut berfungsi sebagai referensi untuk menjalankan usaha sesuai model referensi dari UMKM sejenis yang sudah dibuat.

Dalam penerapan teknologi informasi, selain proses bisnis, terdapat beberapa aspek pendukung yang menjadi dasar pemanfaatan teknologi informasi agar penerapan, salah satunya kebutuhan UMKM akan TI agar penerapan TI tersebut menjadi tepat guna. Analisa aspek kebutuhan TI yang berbasis proses tersebut untuk mengklasifikasikan kebutuhan kedalam kebutuhan fungsional dan non fungsional sehingga dapat menghasilkan daftar spesifikasi kebutuhan dan solusi IT yang sesuai dengan kondisi UMKM sektor industri garmen di Jawa Timur yang dibahas dalam penelitian selanjutnya

Kesimpulan dan Saran

Pengerjaan pengembangan arsitektur menggunakan metode dari Marlon Dumas, Marcello La Rosa, Jan Mendling dan Hajo A. Reijerset al dari buku “Fundamental of Business Process Management” [3]  dengan kombinasi dari Framework Process Classification Framewoek. Dalam pembuatatan arsitektur proses, identifikasi dilakukan untuk menentukan tipe kasus, fungsi bisnis, matriks dan proses. Pembentukan proses mempertimbangkan delapan arahan. Sehingga dari beberapa proses tersebut terbentuk sebuah arsitektur proses bisnis.

Berdasarakan hasil penelitian yang dilakukan penulis mengenai tentang pengembangan arsitektur proses bisnis UMKM industri garmen berskala kecil di Jawa Timur, didapatkan kesimpulan bahwa:

  1. Berdasarkan hasil identifikasi, kesepuluh UMKM memiliki pembagian tiga jenis tipe kasus, yaitu berdasarkan jenis produk, fitur produk dan layanan desain.
  2. Berdasarkan hasil identifikasi, kesepuluh UMKM memiliki tujuh jenis fungsi bisnis yaitu Sales, Desain, Purchasing, Finance, Marketing, Warehouse dan Manufacturing.
  3. Berdasarkan hasil identifikasi tipe kasus, kesepuluh UMKM memiliki persamaaan pada jenis layanan yang ditawarkan, namun memiliki perbedaan pada jenis produk dan fitur produk yang ditawarkan.
  4. Berdasarkan hasil identifikasi fungsi bisnis, kesepuluh UMKM memiliki persamaan sub-fungsi pada Design, Purchasing, Finance dan Marketing. Namun, memiliki perbedaan sub-fungsi pada Sales, Warehouse dan Manufacturing.
  5. Arsitektur proses bisnis UMKM pada sektor industri garmen menghasilkan delapan proses umum, yaitu manage sales order, process acoount receiveable, order matrials and services, perform quality testing, operate warehousing, manage product marketing content, design and prototype product and service, produce product (S-Ob-Ov)
  6. Setiap UMKM memiliki juga memiliki kebuuhan spesifik. Kebutuhan tersebut bervariasi pada produce product, tergantung dari produk dan layanan apa yang ditawarkan oleh UMKM.
  7. Setiap UMKM memiliki bagian dalam sturktur organisasi yang memiliki beberapa peran dalam menjalankan fungsi bisnis.

Saran yang dapat diusulkan penulis untuk penelitian yang akan dilakukan selanjutnya adalah:

  1. Standart yang digunanakan sebagai acuan model referensi sebaiknya menggunakan standar yang khusus untuk industri sektor garmen untuk mendapatkan hasil yang maksimal. PCF tidak memiliki standart khusus industri garmen.
  2. Mempertimbangkan standar yang berbeda seperti SCOR, dan pendekatan yang berbeda seperti goal-based, action-based, object-based serta function-based untuk mendapatkan hasil yang optimal.
  3. Validasi dan verifikasi dilakukan dengan cara yang berbeda untuk mendapatkan arsitektur proses bisnis yang benar-benar dapat diterapkan pada seluruh UMKM.

 

Referensi

[1] M. Zairi, “Business Process Management: A Boundaryless Approach to Modern Competitiveness,” Business Process Management Journal, vol. 3, no. 1, pp. 64-80, 1997.
[2] B. Wagner dan E. Monk, Enterprise Resource Planning, Boston: Cengage Learning Academic Resource Center, 2008.
[3] M. Dumas, M. La Rosa, J. Mendling dan H. A. Reijers, Fundamentals of Business Process Management, London: Springer, 2013.

 

Post Disclaimer

The information contained in this post is for general information purposes only. The information is provided by Pengembangan Arsitektur Proses Bisnis UMKM Garmen Berskala Kecil di Jawa Timur and while we endeavour to keep the information up to date and correct, we make no representations or warranties of any kind, express or implied, about the completeness, accuracy, reliability, suitability or availability with respect to the website or the information, products, services, or related graphics contained on the post for any purpose.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *